Informasi SE Masjid

MALU



Masyiral muslimin rahimaku Mullah...

Marilah kita bersama sama senantiasa meningkatkan kuwalitas Iman kita , serta memaksimal kan Taqwa hanya kepada Allah.

Solawat dan salam marilah kita haturkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad shalallahu alaihi wassalam Beserta keluarganya Kerabatnya sahabat sahabatnya Semoga kita semua mendapatkan syafa'atnya pada hari kiamat nanti

Aamiin Allahhumma Aamiin.

Pada kesempatan hari Jum'at yang indah ini

Kita akan mengetengah kan satu judul Khutbah yaitu M A L U

Masyiral muslimin Rahimaku mullah......

Malu pada hakikatnya tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan. Malu mengajak pemiliknya agar menghias diri dengan yang mulia dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang hina. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

AL HAYAA-U LAA YA’TII ILLAA BIKHOIRIN

“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” [Muttafaq ‘alaihi] .

Bahkan Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan,

Al-hayaa’ khairun kulluhu

“Malu itu kebaikan seluruhnya.”

Malu adalah akhlak para Nabi , terutama pemimpin Kita yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lebih pemalu dari pada gadis yang sedang dipingit.

Hadirin Jama'ah sholat Jum'at yg dirahmati Allah

Tiga bagian dari sifat malu adalah

Pertama

Malu kepada Allah

Malu kepada Allah adalah dengan menjauhkan diri dari perkara-perkara yang dilarang oleh Allah baik ketika ada orang maupun dikala sendiri. Malu kepada Allah seperti ini adalah malu yang didapat melalui proses ma’rifatullah (mengenal Allah), mengenal keagungan-Nya, merasakan kedekatan-Nya dengan hamba-Nya, merasa diawasi oleh-Nya dan kesadaran bahwa Allah selalu mengetahui mata-mata yang berkhianat dan apa yang tersimpan di dalam hati manusia. Malu seperti ini merupakan derajat tertinggi dari suatu iman, bahkan malu adalah derajat ihasan yang paling tinggi. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadits;

“Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, kalau engkau tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Ia melihat-Mu.”

Hal ini menjelaskan bahwa orang yang telah hilang sifat malunya maka tidak ada lagi yang menghalanginya untuk berbuat tercela, tidak sungkan melakukan yang haram, tidak takut terhadap dosa, tidak malu berkata kotor. Oleh karena itu ketika sifat malu semakin terkikis di zaman sekarang maka semakin tumbuh subur pula berbagai kemungkaran, aurat dengan bangga diperlihatkan, terang-terangan dalam berbuat keji dan memandang baik perkara-perkara yang buruk dan tercela.

Jika air muka sudah kering Habis rasa malunya Maka dia bisa Gembira dalam berbuat dosa Berani berbuat dosa sambil tertawa Bahkan Berani menantang Allah Robbul Jalal Sebagai mana yg diabadikan Allah dalam Al Qur'an surat

Al-'Ankabut Ayat 29

A innakum lata`tụnar-rijāla wa taqṭa'ụnas-sabīla wa ta`tụna fī nādīkumul-mungkar, fa mā kāna jawāba qaumihī illā ang qālu`tinā bi'ażābillāhi ing kunta minaṣ-ṣādiqīn

Artinya

Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika engkau termasuk orang-orang yang benar.”

Masyiral muslimin Rahima kumullah

Yang kedua adalah

Malu kepada sesama manusia.

Jika seseorang memiliki rasa malu kepada manusia, maka ia akan menjaga pandangan yang tidak halal untuk dilihat. Seorang ahli hikmah pernah ditanya tentang orang fasik. Beliau menjawab, “Yaitu orang yang tidak menjaga pandangannya, suka mengintip aurat tetangganya dari balik pintu rumahnya.” Orang yang punya rasa malu kepada manusia tidak akan berani melakukan dosa di hadapan orang lain. Jangankan dosa, melakukan kebiasaan jeleknya saja dia malu jika ada orang yang melihatnya. Termasuk bagian dari malu kepada manusia adalah mengutamakan orang yang lebih mulia darinya. Menghargai ulama dan orang saleh. Memuliakan orangtua dan gurunya. Merendahkan diri di hadapan mereka. Orang yang masih punya rasa malu kepada orang lain akan dihargai dan disegani. Masyarakat mau mendengarkan pendapat dan nasihatnya.

Dan yang terakhir yaitu yg Ketiga, malu kepada diri sendiri. Ketika orang punya malu kepada dirinya sendiri, dia tidak akan melakukan perbuatan dosa ketika sendirian.

Sungguh sesuatu yg dapat menghangus kan rasa malu kita Adalah Tamak bin Rakus Dan Memperturut kan hawa nafsu, Seandainya kita bisa terbebas dari dua hal ini Insyaa Allah Rasa malu akan selalu menghiasi dalam kehidupan kita sehari hari

Aquulu qowli haaza waastaghfirullah hal áziim innahu huwal ghofuururrohiim

Kemuliaan Pekerja Keras



Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Di tengah wabah Corona banyak kesusahan datang melanda. Tidak sedikit kini orang sulit mencari nafkah, mengalami PHK, bangkrut, hingga bertambahlah pengangguran-pengangguran baru. Namun, kondisi ini tak boleh membuat kita putus asa, apalagi sampai bermalas-malasan dalam bekerja dan berusaha.

Dari Muhammad bin Ashim, dia berkata, “Telah sampai berita padaku bahwa Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh jika melihat pemuda yang membuatnya kagum maka ia akan menanyakan perihal anak itu, ‘Apakah anak itu memiliki pekerjaan? Jika dikatakan ‘Tidak’ maka ia akan berkata, ‘Telah jatuh satu derajat anak muda itu di mataku”.

Islam sangat menganjurkan kepada kita untuk bergerak dan berkarya selama hayat masih di kandung badan. Rasulullah mengingatkan agar umatnya senantiasa berusaha dan berhati-hati terhadap waktu luang. Waktu kosong bisa menjadi ladang subur bagi setan untuk menanamkan kemungkaran. Dengan demikian, bekerja adalah jalan lain untuk membendung kejahatan. Dengan kata lain, orang yang bekerja keras hakikatnya sedang merintis jalan kemuliaan.

Berjuang, berkarya, berusaha, dan bekerja adalah keniscayaan dalam hidup, baik dalam keadaan susah maupun senang. Menurut Ibnu Atsir, bekerja termasuk bagian dari sunnah para nabi. Nabi Zakaria ‘alaihissalam adalah tukang kayu. Nabi Daud ‘alaihissalam membuat baju besi dan menjualnya sendiri. Bahkan sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah, Nabi Daud itu tidak akan makan kecuali dari hasil jerih payahnya sendiri. Siapa yang tidak mengenal Nabiyullah Daud ‘alaihissalam? Selain seorang nabi, beliau telah diberi oleh Allah subhanahu wata’ala kekuasaan dan harta yang melimpah. Walau begitu, beliau tidak merasa gengsi untuk bekerja dengan tangannya sendiri guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Beliau tidak mengajarkan berpangku tangan dan mengharap belas kasih dari orang lain atau dari umat yang dipimpinnya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

La an yahtatiba ahadukum huzmatun ála zhohirihi khoirullahu min an yas a la ahadan fayu'tiyahu au yamnaáh

"Sungguh seorang dari kalian yang memanggul kayu bakar dengan punggungnya lebih baik baginya daripada dia meminta-minta kepada seseorang, baik orang itu memberinya atau menolaknya” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Imam Ar-Raghib al-Ishfahani pernah berkata, “Siapa saja yang tidak mau berusaha dan bekerja maka nilai kemanusiaannya telah rusak bahkan nilai kebinatangannya, dan menjadi orang yang telah mati”.

Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengambil contoh. Misalnya, masyarakat lebih menghargai tukang sayur keliling yang mampu menghidupi dirinya secara mandiri daripada pengangguran.

Allah mengajarkan keseimbangan dalam kehidupan. Allah memberi kesempatan kepada manusia untuk bekerja mencari rezeki di siang hari, dan pada malam harinya digunakan untuk beristirahat dan mengumpulkan tenaga agar bisa kerja lagi pada esok harinya.

wa ja'alnā naumakum subātā. wa ja'alnal-laila libāsā

“Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian. Dan Kami jadikan siang untuk penghidupan.” (QS An-Naba: 10-11).

Tidak bekerja adalah sikap setan. Setan selalu membisikkan pada manusia agar meninggalkan usaha dan ikhtiar. Setan meniupkan rasa malas pada manusia agar manusia tidak berusaha, cukup menunggu sampai ketentuan takdir-Nya datang. Padahal rezeki harus dicari dengan kerja keras. Orang yang dengan gigih bekerja keras, membanting tulang, mencari rezeki dari memeras keringat dan makan dari hasil itu, maka itu lebih baik dari makan hasil yang diperoleh dari harta warisan atau pemberian orang lain.

Orang yang senantiasa bergerak dan bekerja menandakan keimanan yang bersangkutan dalam kondisi aktif dan dinamis. Sebaliknya, mereka yang ‘menikmati’ bermalas-malasan alias gemar berpangku tangan, menandakan dirinya sedang dilanda impotensi iman. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata'ala:

wa quli'malụ fa sayarallāhu 'amalakum wa rasụluhụ wal-mu`minụn, wa saturaddụna ilā 'ālimil-gaibi wasy-syahādati fa yunabbi`ukum bimā kuntum ta'malụn

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan (QS At-Taubah: 105).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Firman Allah subhanahu wata’ala:

 fabtagụ 'indallāhir-rizqa wa'budụhu wasykurụ lah, ilaihi turja'ụn

"Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan”(QS al-Ankabut:17).

Menurut ayat ini, rezeki harus diusahakan. Bertalian dengan ayat lain, Allah telah tegas menyatakan bahwa cara mendapat rezeki adalah dengan bekerja.

fa iżā quḍiyatiṣ-ṣalātu fantasyirụ fil-arḍi wabtagụ min faḍlillāhi ważkurullāha kaṡīral la'allakum tufliḥụn

“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (QS Al-Jumu’ah: 10).

Dalam rangka bekerja mencari nafkah, menurut riwayat al-Baihaqi dalam Syu’bul Iman ada empat prinsip etos kerja yang diajarkan Rasulullah. Keempat prinsip itu harus dimiliki kaum beriman, yakni:

Bekerja dengan cara yang halal (thalaba ad-dunya halalan)

Bekerja demi menjaga diri supaya tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah)

Bekerja demi mencukupi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi)

Bekerja untuk meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi).

Kemuliaan pekerjaan sungguh tidak bisa dilihat dari jenisnya. Setelah memenuhi empat prinsip di atas, nilai sebuah pekerjaan akan diukur dari kualitas niat (shahihatun fi an-niyat) dan pelaksanaannya (shahihatun fi at-tahshil). Itulah pekerjaan yang bernilai ibadah dan kelak akan mengantarkan pelakunya ke pintu surga.

Bahkan dalam berbagai hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan bahwa orang yang bekerja keras akan mendapat berbagai kemuliaan. Orang yang bekerja keras mencari nafkah, Allah akan mengampuni dosanya. Orang yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya termasuk fi sabilillah, dan orang yang bekerja keras untuk mencari nafkah, nanti di akhirat akan datang dengan wajah laksana bulan purnama Demikian uraian khutbah singkat ini.Semoga kita termasuk orang-orang yang gemar bekerja keras. Dengan menjadi pekerja keras, Allah akan memuliakan dan menyukseskan kita dunia dan akhirat

Aquulu qowli haaza waastaghfirullah hal áziim innahu huwal ghofuururrohiim

Membangun Sinergi Sertifikasi Masjid Bersama Kementrian Agama OKI & Kantor Pertanahan OKI



Membangun Sinergi Sertifikasi Masjid Bersama Kementrian Agama OKI & Kantor Pertanahan OKI

AKSI PERUBAHAN PEMANFAATAN APLIKASI SE MASJID DI PUSDIKLAT TELUK GELAM



AKSI PERUBAHAN

PEMANFAATAN APLIKASI SE MASJID

DI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

TELUK GELAM KABUPATEN OKI

PENGUJI DAN COACH

IBU Dra. Hj. SRISNAWATI, M.Si

IBU Dra. Hj. HARIYATI, SH., MM.

Muhasabah Berujung Jannah



Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,

Segala puji bagi Allah yang senantiasa melimpahkan nikmatNya kepada kita. Nikmat kesehatan yang membuat kita bisa dengan mudah melangkah ke masjid untuk mengikuti sholat Jumat. Dan yang paling besar adalah nikmat iman yang menggerakkan hati kita untuk memenuhi perintahNya. Tidak sedikit laki-laki yang badannya sehat tapi hatinya sakit sehingga tidak mau sholat Jumat.

Sholawat dan salam atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah memberikan contoh dan keteladanan kepada kita semua. Beliau senantiasa berjuang untuk umatnya agar selamat di dunia dan di akhirat masuk surga. Bahkan menjelang wafat pun beliau mengkhawatirkan umatnya. Maka semoga kita dimudahkan Allah untuk mengikuti beliau, menghidupkan sunnahnya dan kelak mendapat syafaatnya.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,

Hari ini kita berada di tanggal 18 Rabiul Akhir 1443 hijriyah. Pada bulan yang sama, Rabiul Akhir tahun 4 hijriyah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan Surat Al Hasyr. Surat itu diturunkan setelah terjadinya perang Bani Nadhir.

Maka pada khutbah Jumat Rabiul Akhir ini, ijinkan kami mentadabburi tiga ayat di dalam Surat Al Hasyr. Ayat 18 hingga ayat 20.

Jamaah Jumat hafidzakumullah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam ayat 18 Surat Al Hasyr:

yā ayyuhallażīna āmanuttaqullāha waltanẓur nafsum mā qaddamat ligad, wattaqullāh, innallāha khabīrum bimā ta'malụn

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr: 18)

Ayat ini menyerukan kepada orang-orang yang beriman untuk bertaqwa kepada Allah. Dan yang luar biasa, perintah taqwa di ayat ini disebut dua kali. Dan inilah satu-satunya ayat dalam Al Quran yang di dalam satu ayat diserukan dua kali perintah taqwa.

Kedua perintah taqwa ini mengapit “wal tandzur nafsun maa qaddamat lighad.” Hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok.

Para ulama mufassirin menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hari esok (ghad) pada ayat ini adalah akhirat. Maka ayat ini sesungguhnya memerintahkan kita untuk banyak bermuhasabah. Setiap ada kesempatan, setiap periode waktu tertentu, sempatkan untuk muhasabah. Apa yang telah kita lakukan untuk akhirat kita.

Jika perusahaan pada akhir tahu sibuk menyelesaikan laporan untuk bahan evaluasi, semestinya kita yang mengejar akhirat lebih perhatian pada muhasabah amal-amal kita.

Ketika menjelaskan Surat Al Hasyr ayat 18, Ibnu Katsir mengingatkan sebagaimana Khalifah Umar bin Khattab mengingatkan:

Haa Sibuu Anfusakum Qobla Ann Tuhasibuu

Hisablah diri kalian sendiri sebelum dihisab Allah. Lakukan muhasabah di dunia ini sebelum dihisab Allah di akhirat nanti.

Maka mari kita lihat bagaimana aqidah kita. Apakah masih rapuh atau mungkin ada hal yang perlu dikuatkan. Kita evaluasi ibadah kita. Jika kita tidak pernah meninggalkan sholat lima waktu, apakah sudah berjamaah. Apakah kita juga mengerjakan sholat sunnah. Apakah sholat kita semakin khusyu’. Demikian pula ibadah-ibadah lainnya.

Juga terkait dengan hablum minan nas. Bagaimana perlakuan kita kepada istri, kepada anak-anak, bakti kita kepada orangtua. Akhlak kepada guru, kepedulian kepada tetangga, bantuan kepada kaum dhuafa. Semua itu akan menjadi bekal kita untuk masa depan. Ghad. Akhirat.

Jamaah Jumat rahimakumullah, Allah Subhanahu wa Ta’ala melanjutkan firman-Nya:

wa la takụnụ kallażīna nasullāha fa ansāhum anfusahum, ulā`ika humul-fāsiqụn

janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al Hasyr: 19)

Jangan pernah lupa kepada Allah. Selalu sertakan Allah dalam kehidupan kita. Perbanyak dzikir menyebut asma Allah, tetapi juga selalu ikuti tuntunan Allah dalam segala perbuatan yang kita lakukan. Memahami aturan Allah dan menaatinya pada setiap langkah, inilah hakikat dzikir dalam kehidupan.

Jangan sampai melupakan Allah. Karena ketika kita melupakan Allah, Allah akan menjadikan kita lupa diri. Timbul kesombongan seperti iblis, yang akhirnya diharamkan masuk surga. Na’udzubillah.

Jangan melupakan Allah. Karena ketika kita melupakan Allah, Allah akan menjadikan kita lupa diri. Merasa paling berkuasa dan bisa berbuat apa saja. Seperti Fir’aun yang akhirnya binasa, ditenggelamkan Allah di laut merah. Na’udzubillah.

Jangan melupakan Allah. Karena ketika kita melupakan Allah, Allah akan menjadikan kita lupa diri. Merasa paling kaya dan membanggakan kekayaannya. Seperti Qarun yang akhirnya binasa, ditelan bumi beserta seluruh hartanya. Na’udzubillah.

Kemudan di ayat 20, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

lā yastawī aṣ-ḥābun-nāri wa aṣ-ḥābul-jannah, aṣ-ḥābul-jannati humul-fā`izụn

Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al Hasyr: 20)

Orang-orang yang suka bermuhasabah, lalu senantiasa ingat Allah, mereka beriman dan bertaqwa, ujung nasibnya adalah surga.

Sedangkan orang-orang yang lalai tidak bermuhasabah, lupa dengan Allah, mereka akan semakin jauh hingga tempat kembalinya adalah neraka.

Dan tidak sama antara surga dan neraka. Tidak sama antara penghuni surga dengan penghuni neraka. Penghuni surga adalah orang-orang yang paling beruntung. Sedangkan penghuni neraka adalah orang-orang yang paling merugi.

Semoga kita semua dimudahkan Allah untuk bermuhasabah, mengevaluasi diri sendiri. Sehingga semakin baik amal kita, semakin banyak bekal akhirat, semakin dekat dengan Allah dan kelak Allah memasukkan kita ke dalam surga-Nya.

Aquulu qowli haaza waastaghfirullah hal áziim innahu huwal ghofuururrohiim


Search

Himbauan Kabag Kesra Kab. OKI

Aktivitas Keagamaan Harus Tetap Patuhi Protokol Kesehatan.